KARANGAN NARASI
DALAM Eksposisi (lihat Eksposisi dan Dekripsi, Keraf, hal. 66) telah
dikemukakan, bahwa untuk menyajikan suatu analisa proses dapat pula
dipergunakan teknik narasi. Narasi semacam ini dinamakan narasi
eksposisi atau narasi teknis, karena sasaran yang ingin dicapai adalah
ketepatan informasi mengenai suatu peristiwa yang dideskripsikan. Jadi,
sasarannya sama dengan eksposisi, yaitu memperluas pengetahuan orang.
Narasi semacam ini dianggap sebagai suatu metode dalam eksposisi,
seperti halnya dengan metode klasifikasi, metode definisi, dan lain
sebagainya.
Di samping narasi ekspositoris, terdapat juga narasi yang lain yang
disebut narasi sugeftif, sejajar dengan pembedaan antara deskripsi
ekspositoris dan deskripsi sugestif. Seperti halnya dengan deskripsi
sugestif yang ingin mencapai atau menciptakan sebuah kesan kepada para
pembaca atau pendengar, maka narasi sugestif juga ingin menciptakan
kesan pada para pembaca atau pendengar mengenai obyek narasi. Hal itu
berarti, narasi sugestif berusaha untuk memberi suatu maksud tertentu,
menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para pembaca atau
pendengar.
Tetapi pembedaan antara narasi sugestif dan narasi ekspositoris di suatu
pihak, dan perbandingannya dengan deskripsi sugestif dan deskripsi
ekspositoris di pihak lain, belum memberi jawaban pada kita apa
sebenarnya narasi itu. Bila deskripsi merupakan suatu bentuk wacana yang
berusaha menggambarkan sejelas-jelasnya suatu obyek sehingga obyek itu
seolah olah berada di depan mata kepal pembaca, maka narasi merupakan
suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau
peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami
sendiri peristiwa itu. Sebab itu, unsur yang paling penting pada sebuah
narasi adalah unsur perbuatan atau tindakan .
Tetapi kalau narasi hanya menyampaikan kepada pembaca suatu kejadian
atau peristiwa, maka tampak bahwa narasi sulit dibedakan dari deskripsi,
karena suatu peristiwa atau suatu proses dapat juga disajikan dengan
mempergunakan metode deskripsi. Sebab itu, mesti ada unsur lain yang
harus diperhitungkan , yaitu unsur waktu. Dengan demikian pengertian
narasi itu mencakup dua unsur dasar, yaitu perbuatan atau tindakan yang
terjadi dalam suatu rangkaian waktu. Apa yang telah terjadi tidak lain
daripada tindak-tanduk yang dilakukan oleh orang-orang atau tokoh-tokoh
dalam suatu rangkaian waktu. Bila deskripsi menggambarkan suatu obyek
secara statis, maka narasi mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis
dalam suatu rangkaian waktu.
Berdasarkan uraian di atas narasi dapat dibatasi sebagai suatu bentuk
rencana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan
dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu satuan
waktu. Atau dapat juga dirumuskan dengan cara lain: narasi adalah suatu
bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada
pembaca suatu peristiwa yang terjadi. Narasi berusaha menjawab
pertanyaan “Apa yang telah terjadi?”
Tetapi, seperti sudah dikemukakan di atas, antara kisah dan kisah selalu
terdapat perbedaan, minimal yang menyangkut tujuan atau sasarannya. Ada
narasi yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca, agar
pengetahuannya bertambah luas, yaitu narasi eksposotoris. Tetapi di
samping itu ada juga narasi yang disusun dan disajikan sekian macam,
sehingga kita mampu menimbulkan daya khayal para pembaca. Ia berusaha
menyampaikan sebuah makna kepada para pembaca melalui daya khayal yang
dimilikinya. Narasi semacam ini adalah narasi sugestif. Dan antara kedua
ekstrim ini terjalinlah bermacam-macam narasi dengan tingkat informasi
yang semakin berkurang menuju tingkat daya khayal yang semakin
bertambah.
ALINEA
1. PENGERTIAN
Alinea bukanlah suatu pembagian secara konvensional dari suatu bab yang
terdiri atas kalimat-kalimat. Alinea tidak lain adalah suatu kesatuan
pikiran, suatu kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat.
Alinea merupakan himpunan yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk
membentuk sebuah gagasan.
Oleh karena itu, pembentukan sebuah alinea sekurang-kurangnya mempunyai
tujuan :
1) Memudahkan pengertian dan pemahaman dengan menceraikan suatu tema
dari tema yang lain
2) Meningkatkan konsentrasi terhadap tema alinea dengan memisahkan dan
menegaskan perhatian secara wajar dan formal pada akhir kalimat
2. SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN ALINEA
Alinea yang baik dan efektif harus memenuhi syarat berikut :
1) Kesatuan : Semua kalimat yang mendukun alinea itu secara bersama-sama
mendukung satu ide
2) Koherensi : Kekompakan hubungan antara satu kalimat dengan kalimat
lain yang membentuk alinea tersebut
3) Pengembangan : Pengembangan ide/gagasan dengan menggunakan
kalimat-kalimat pendukung
4) Efektif : Disusun dengan menggunakan kalimat efektif sehingga ide
bias diuraikan dengan tepat
3. HUBUNGAN ANTAR KALIMAT
Seperti yang terdapat pada uraian di atas, kalimat-kalimat pembentuk
alinea harus mengandung informasi yang saling berkaitan dengan kalimat
lain. Hubungan antar kalimat dalam alinea bisaditandai dengan berbagai
dengan penanda hubungan. Sifat hubungan tersebut bias bersifat :
a. Eksplisit
1. Kata ganti tunjuk
Contoh : Saya ingin punya sepeda. Barang itu sudah lama kuimpikan.
2. Kata ganti orang
Contoh : Saya membenci Tika. Ia sangat egois.
3. Kata perngkai
Contoh : Ibu tidak berangkat. Padahal beliau harus memimpin rapat.
Implisit
Contoh : Saya suka makan tape, saudara-saudara saya suka makan durian.
Disamping keterangan tentang sarana penghubung antarkalimat di atas, di
bawah ini akan disampaikan contoh makna hubungan antara lain :
1. Hubungan perlawanan
Walaupun hidupnya sengsara, mereka tetap tabah.
2. Hubungan perbandinag
Hidupnya hanya untuk burung seolah-olah tak ada yang bisa memalingkannya
dari sangkar burung di rumahnya.
4. POLA PENGEMBANGAN ALINEA
Berdasarkan letak kalimat utamanya, alinea terbagi menjadi :
a. Alinea deduktif : Kalimat utamanya terdapat pada bagian awal kalimat
b. Alinea induktif : Kalimat utamanya terdapat pada bagian akhir kalimat
c. Alinea campuran : Kalimat utamanya terletak di awal dan ditegaskan
kembali pada bagian akhir
d. Alinea diskriptif : Kalimat utama yang tersirat pada seluruh kalimat
di paragraph tersebut
PERUBAHAN MAKNA
1. Pengertian
Dalam perkembangan penggunaannya, kata sering mengalami
perubahan makna. Perubahan tersebut terjadi karena pergeseran konotasi,
rentang masa penggunaan, jarak, dan lain-lain. Namun yang jelas,
perubahan-perubahan tersebut ada bermacam-macam yaitu: menyempit,
meluas, amelioratif, peyoratif, dan asosiasi. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan penjelasan dibawah ini :
2. Macam-macam Perubahan Makna
a. menyempit/spesialisasi
Kata yang tergolog kedalam perubahan makna ini adalah kata yang pada
awal penggunaannya bisa dipakai untuk berbagai hal umum, tetapi
penggunaannya saat ini hanya terbatas untuk satu keadaan saja.
Contoh :
Sastra dulu dipakai untuk pengertian tulisan dalma arti luas atau umum,
sedangkan sekarang hanya dimaknakan dengan tulisan yang berbau seni.
Begitu pula kata sarjana (dulu orang yang pandai, berilmu tinggi,
sekarang bermakna “lulusan perguruan tinggi”).
b. meluas/generalisasi
Penggunaan kata ini berkebalikan dengan pengertian menyempit.
Contoh :
Petani dulu dipai untuk seseorang yang bekerja dan menggantungkan
hidupnya dari mengerjakan sawah, tetapi sekarang kata tersebut dipakai
untuk keadaan yang lebih luas. Penggunaan pengertian petani ikan, petani
tambak, petani lele merupakan bukti bahwa kata petani meluas
penggunaannya.
c. amelioratif
Pada awalnya, kata ini memiliki makna kurang baik, kurang positif, tidak
menguntungkan, akan tetapi, pada akhirnya mengandung pengertian makna
yang baik, positif, dan menguntungkan.
Contoh :
Wanita, pramunikmat, dan warakawuri merupakan kata-kata yang dipakai
untuk lebih menghaluskan, menyopankan pengertian yang terkandung dalam
kata-kata tersebut.
d. peyoratif
Makna kata sekarang mengalami penurunan nilai rasa kata daripada makna
kata pada awal pemakaiannya.
Contoh :
Kawin, gerombolan, oknum, dan perempuan terasa memiliki konotasi menurun
atau negatif.
e. asosiasi
Yang tegolong kedalam perubahan makna ini adalah kata-kata dengan
makna-makna yang muncul karena persamaan sifat. Sering kita mendengar
kalimat “hati-hati dengan tukang catut itu.”
Tukang catut dalam kalimat diatas tergolong kata-kata dengan makna
asosiatif. Begitu pula dengan kata kacamata dalam : menurut kacamata
saya, perbuatan anda tidak benar
f. sinestesia
Perubahan makna terjadi karena pertukaran tanggapan antara dua indera,
misalnya dari indera pengecap ke indera penglihatan.
Contoh:
Gadis itu berwajah manis. Kata manis mengandung makna enak, biasanya
dirasakan oleh alat pengecap, berubah menjadi bagus, dirasakan oleh
indera penglihatan. Demikian juga kata panas, kasar, sejuk, dan
sebagainya.